“Good luck for natinonal exam”, “Semangat, yah buat ade
angkatan 8 yang mau UAN”, “Pray for you, guys”, “Mari kita doakan buat ade-ade
yang UAN, besok”, “Do the best and make your school proud of you!”, “Air matamu
mahal harganya, jangan buang air matamu untuk buat yang ndak guna”.
Betapa ributnya kicaun mereka di twitter jelang Ujian
Nasional besok. Memang, tidak semua kicauan yang berhubungan dengan UN 2012,
saya tulis di sini. Menururt pantuan saya terhadap salah satu akun twitter
sekolah berasrama dan terhubung dengan SMA-SMA lainnya, mereka ramai berkicau
seputar menghadapi Ujian Nasional besok seperti yang saya tulis di alinea
pertama.
Yang menarik dari ributnya kicauan itu adalah kicauan para
alumni. Kepedulian dan saling mendoakan dan memberi semangat kepada adik kelas
begitu besar. Empati dan simpati kepada alma mater dan adik-adik kelasnya yang
besok menghadapi Ujian Nasional, datang bertubi-tubi.
Seperti tak menghiraukan terhadap ramainya pendapat pro dan
kontra penyelenggaraan Ujian Nasional oleh pemerintah, para alumni sepakat
mendukung dalam doa dan semangat buat adik-adik kelasnya. UN 2012 sudah di
depan mata. Karena itu, buatlah yang terbaik untuk alma mater. “I’m not the
best but I want to do the besf for all” Begitulah, inti pesan yang mau
disampaikan buat adik-adik kelas.
Sikap realitis para alumni ini membungkam segala nasehat
bijak dan silang pendapat tentang perlu tidaknya Ujian Nasional. Target
dukungan mereka, tentu bukan tanpa alasan. Para alumni mempunyai alasan kuat.
Sejauh ini tradisi sekolah lulus 100% sudah mereka pegang. Tak heran kalau
tradisi lulus seratus persen juga diharapkan kepada adik-adik kelasnya. Ini bukan
masalah gengsi sekolah. Tetapi tradisi itu membuat mereka makin mencintai alma
mater dan membuktikan bahwa sekolah mereka memang berkualitas dan layak disebut
sekolah yang menghasilkan siswa yang bermutu juga.
Sedemikian gawat dan gentingkah Ujian Nasional kali ini?
Atau mengapa para alumni turun tangan dalam memberi empati dan simpati kepada
adik-adik kelasnya sedang UN? Di pihak lain, apakah kicauan para alumni justru
menjadi “beban psikologis” bagi mereka yang akan dan sedang melaksanakan UN
2012?
Memang rasanya tak perlu dijawab pertanyaan itu. Mengapa?
Karena itulah realita pendidikan di Indonesia. Bahwa siswa wajib mengikuti
Ujian Nasional yang ditetapkan oleh pemerintah hingga sekarang. Apapun alasannya, tetap harus mengikuti
ujian. Bahwa ada yang bilang UN hanyalah alat untuk mengukur standar kelulusan
seoarang siswa dari setiap sekolah, tetap saja menegangkan buat yang ujian.
Masak disuruh sabar kalau ujian?
Nah, jika terdapat ada yang tidak lulus UN, air mata
kedukaan begitu deras mengalir bersamaan dengan sikap beberapa orang tua yang
mengatakan bahwa “sekolah tiga tahun hanya ditentukan dalam empat hari”. Sikap sinis lain juga muncul begitu terbukti
ada siswa yang beli jawaban ujian nasional dari oknum tertentu dengan harga
mahal. Meski ada resiko bahwa jawaban itu tidak seratus persen dapat
dipertanggungjawabkan karena terbukti ada sekolah yang 100 persen siswanya
tidak lulus karena beli jawaban yang salah.
Jadi, bukan hanya rasa malu yang ditanggung oleh siswa yang
tidak lulus. Tetapi sekolah pun juga malu jika tidak mencapai target kelulusan
sempurna. Tak dapat dipungkiri, UN menjadi “beban spikologis” yang mempertaruhkan muka sekolah di hadapan
orang tua siswa dan masyarakat. Bisa jadi, kegagalan mencapai target siswa 100%
lulus menjadi bumerang yang nantinya, menurunkan “pamor” atau citra sekolah
sendiri.
Oleh karena itu, doa dan dorongan semangat dari berbagai
pihak buat mereka yang UN sangat diperlukan dan penting karena “beban
psikologis” itu tadi. Rupanya, situasi dan kondisi itu sudah menjadi tradisi
dalam dunia pendidikan di Indonesia. Mengubah tradisi itu, sama halnya mencari
jarum dalam tumpukan ilalang. Sangat sulit.
Semakin sulitnya menghentikan tradisi UN karena UN sudah terkait
dengan “proyek” yang tak sedikit dana
penyelenggaraannya. Apalagi UN membuat sibuk Kepala Sekolah dan Polisi yang
“mengamankan” soal dan kunci jawabannya. Lalu, apa mau dikata kalau kunci
jawaban soal UN kemudian diketahui bocor dan diperjualbelikan oleh oknum
tertentu meski sudah ada sistem keamanannya?
Kicauan para alumni terhadap para adik-adiknya akan berubah
menjadi “Selamat ya, sudah jaga tradisi lulus 100%”. Soal bagaimana caranya
adik-adik kelasnya mengerjakan soal-soal UN itu, apakah pakai kunci jawaban
yang dibeli atau murni ia kerjakan sendiri, bukan urusannya. Yang penting, alma
mater atau sekolah dibanggakan karena sudah sukses menjaga tradisi siswa lulus
100%.
Begitulah suara kicaun mereka jelang pelaksanaan Ujian
Nasional 2012 menurut pantaun saya dari twitter mereka. Untuk lebih jelasnya,
kita tunggu bersama pengumuman hasil ujian nasional dan berita seputar
pelaksanaan UN.
0 komentar:
Posting Komentar