Ayam Pengemis Di Grand Indonesia



Kriteria kuliner yang unik. ekstrim dan sedikit aneh dijadikan pegangan untuk mengantar saya,(setelah puas berfoto dari lantai teratas Grand Indonesia), ke “Chicken Master” di salah satu restoran di Mall Grand Indonesia. Kata teman saya, “kita pesan ayam pengemis saja, belum pernah mencicipi kan?” Kembali saya mengangguk-angguk kepala. Kami berlima lalu memesan satu porsi “the beggar’s chicken”, (nama populernya dari ayam pengemis), serta makanan lainnya.

Kata teman saya, dinamakan ayam pengemis karena dulu di daerah Hangzhou, Cina ada seorang pengemis yang karena laparnya mencuri ayam milik penduduk kampung. Bagi pengemis, ternyata tidak mudah membawa ayam curiannya yang berkotek-kotek. Karena itu, diambilnya daun teratai untuk membungkus ayam itu sekalian dibalut dengan lumpurnya. Dengan cara demikian, pengemis itu tidak ketahuan mencuri ayam. Keesokan harinya, terdorong oleh rasa lapar, ayam yang dibalut dengan daun teratai dan lumpur kemudian dibakar dan menimbulkan aroma sedap sampai ke hidung Kaisar yang sedang lewat dan lapar. Kaisar itu kemudian memerintahkan kepada prajuritnya untuk mencari asal usul aroma sedap itu. Tak lama kemudian, ayam pengemis itu dsantap oleh Kaisar dan pengemis tadi akhirnya hidup bahagia di Istina berkat “beggar’s chicken”.

Cerita teman saya itu semakin menambah semangat saya untuk segara menyantap ayam pengemis yang sudah ada di meja makan. Kami tidak bisa langsung menyantapnya. Tanah liat pembungkus Ayam pengemis itu harus dipecahkan dulu. Kemudian, terlihat ayam terbungkus dengan kertas alumunium. Lalu pembungkus kertas alumunium dibuka, ternyata masih dibungkus lagi dengan daun (daun teratai?) dan kemudian daun pembungkusnya dibuka. Kalau sudah demikian, siap untuk disantap. Rasanya, yummy, dan olahan ayamnya harum. Tulangnyanya pun lunak seperti ayam presto tapi basah.


Setelah itu, teman saya mengajak saya jalan-jalan ke Mall dan istirahat sejenak untuk minum kopi di hotel Indonesia. Saya sempat melihat foto-foto sejarah ketika Presiden Soekarno meresmikan dan menerima tamu asing yang datang ke Hotel Indonesia diantar dengan becak. Sungguh sangat historis sekali suasananya.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk teman SMA saya, Bapak Koentjoro dan istri serta Bapak Benny dan Istri yang sudah menemani saya hingga hati init terasa sangat puas melihat indahnya kota Jakarta di waktu malam beserta ekstrimnya kuliner. Tentu saja, rasa puas saya ini akan menambah kenyamanan saya dalam penerbangan saya ke Manado pada esok harinya.

Tulisan ini dimuat di Lifestyle, Kompasiana

0 komentar:

Posting Komentar